Tayamum Saat Cuaca Dingin? Boleh atau Tidak?
Bagikan ini :

Wudhu hanya dapat dilakukan dengan air. Namun terkadang seseorang mengalami kesulitan dalam menggunakannya, baik karena tidak menemukannya, sedang melakukan perjalanan jauh, atau ada penyakit yang menghalangi penggunaannya.   Sebagai bentuk kemudahan dan keringanan dalam Islam, disyariatkan tayamum dengan tanah yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi, agar seorang Muslim tidak terhalang untuk beribadah.

Allah swt berfirman:    وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ  

Artinya, “Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.” (QS Al-Ma’idah: 6).

Lalu bagaimana hukum tayamum yang menggantikan wudhu ketika dingin? Dari penelusuran hukum fiqih terdapat sebab utama yang memperbolehkan tayamum. Sebab pertama karena tidak mendapati air dan sebab kedua adalah khawatir menggunakan air. Dalam kasus ini misalnya, kedinginan dan dingin tersebut dapat membahayakan.


Jika seseorang khawatir sakit akibat cuaca yang sangat dingin, seperti lambatnya kesembuhan, tidak mampu menghangatkan air karena tidak memiliki alat untuk memanaskannya, atau tidak dapat menghangatkan anggota tubuhnya setelah menggunakan air, maka ia boleh bertayamum. Namun, ia tetap harus mengulang shalatnya (qadha).” (Muhammad Zuhri Al-Ghamrawi, Anwarul Masalik Syarhul Umdatis Salik, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2012], halaman 38). 

Kemudian terkait dengan kewajiban mengulangi atau tidaknya shalat yang telah dikerjakan dengan tayamum sebab cuacanya sangat dingin terdapat tiga pendapat sebagai berikut:

  وَمِنْهَا: التَّيَمُّمُ لِشِدَّةِ الْبَرْدِ، وَالْأَظْهَرُ: أَنَّهُ يُوجِبُ الْإِعَادَةَ. وَالثَّانِي: لَا. وَالثَّالِثُ: يَجِبُ عَلَى الْحَاضِرِ دُونَ الْمُسَافِرِ​​​​​​​

​​​​​​​Artinya, “Di antaranya: tayamum karena cuaca yang sangat dingin. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa orang yang bertayamum karena alasan ini wajib mengulang shalatnya.   Pendapat kedua menyatakan tidak wajib mengulang. Pendapat ketiga menyatakan bahwa kewajiban mengulang hanya berlaku bagi orang yang berada di tempat tinggalnya (mukim), sedangkan bagi musafir tidak diwajibkan.” (An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz I halaman 121). 

Namun, ada juga solusi lain, yaitu menghangatkan air yang dingin. Imam as-Syafi’i memperbolehkan air dingin yang dihangatkan untuk berwudhu. Pendapat pendiri mazhab Syafii ini tertera dalam kitab Al-Hawi yang ditulis oleh Al-Mawardi menuturkan bahwa,

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَكُلُّ مَاءٍ مِنْ بَحْرٍ عَذْبٍ أَوْ مَالِحٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ سَمَاءٍ أَوْ بَرَدٍ أَوْ ثَلْجٍ مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ ، وَالتَّطَهُّرُ بِهِ جَائِزٌ

Artinya, Imam Syafi’i RA berkata, “Bahwa setiap dari laut, baik tawar atau asin, dari sumur atau langit (air hujan), atau air yang dingin atau salju, yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci,” ( Al-Mawardi, Al-Hawi fi Fiqhis Syafi’i, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, cetakan ke-1, 1414 H/1994 M, juz I, halaman 39). Jadi kesimpulannya, dingin bisa jadi alasan untuk mengganti wudhu dengan tayamum, namun dengan syarat dingin tersebut dapat membahayakan tubuh. Namun bisa juga dengan memanaskan atau menghangatkan air dingin tersebut agar tidak terlalu membahayakan.

Baca juga: Cara Wudhu Pasca Kecelakaan

Lebih lanjut mengenai sebab-sebab bertayamum telah dijelaskan para ulama fiqih, di antaranya oleh Syekh Mushthafa al-Khin dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzahib al-Imam al-Syafi‘i (Terbitan Darul Qalam, Cetakan IV, 1992, Jilid 1, hal. 94). Menurutnya, ada empat alasan dibolehkannya bertayamum.

1. Ketiadaan air, baik secara kasat mata maupun secara syara‘. Ketiadaan air secara kasat mata misalnya dalam keadaan bepergian dan benar-benar tidak ada air, sedangkan ketiadaan air secara syara‘ misalnya air yang ada hanya mencukupi untuk kebutuhan minum.

2. Jauhnya air, yang keberadaannya diperkirakan di atas jarak setengah farsakh atau 2,5 kilometer. Artinya, jika dimungkinkan ada air tetapi di atas jarak tersebut, maka diperbolehkan bertayamum mengingat beratnya perjalanan, terlebih ditempuh dengan berjalan kaki. 

3. Sulitnya menggunakan air, baik secara kasat mata maupun secara syara‘. Sulit secara kasat mata contohnya airnya dekat, tetapi tidak bisa dijangkau karena ada musuh, karena binatang buas, karena dipenjara, dan seterusnya. Sementara sulit menggunakan air secara syara‘ misalnya karena khawatir akan datang penyakit, takut penyakitnya semakin kambuh, atau takut lama sembuhnya.

4. Kondisi sangat dingin. Artinya, jika menggunakan air, kita akan kedinginan karena tidak ada sesuatu yang dapat mengembalikan kehangatan tubuh. Diriwayatkan bahwa ‘Amr ibn ‘Ash pernah bertayamum dari junubnya karena kedinginan.  Hal itu lalu disampaikan kepada Rasulullah saw., dan beliau pun mengakui serta menetapkannya, sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud. Namun, dalam keadaan terakhir ini, terlebih jika ada air, seseorang diharuskan mengqadha shalatnya. 

Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat bertayamum. 

1. Tayamum harus dilakukan setelah masuk waktu shalat. 

2. Jika alasannya ketiadaan air, maka ketiadaan itu harus dibuktikan setelah melakukan pencarian dan pencarian itu dikerjakan setelah masuk waktu. 

3. Tanah yang dipergunakan harus yang bersih, lembut, dan berdebu. Artinya, tidak basah, tidak bercampur tepung, kapur, batu, dan kotoran lainnya. 

4. Tayamum hanya sebagai pengganti wudhu dan mandi besar, bukan pengganti menghilangkan najis. Artinya, sebelum bertayamum, najis harus dihilangkan terlebih dahulu. 

5. Tayamum hanya bisa dipergunakan untuk satu kali shalat fardhu. Berbeda halnya jika usai shalat fardhu dilanjutkan dengan shalat sunat, shalat jenazah, atau membaca Al-Quran. Maka rangkaian ibadah itu boleh dengan satu kali tayamum. 

6. Tayamum berbeda dengan wudhu. Jika wudhu setidaknya ada enam rukun, maka tayamum hanya memiliki empat rukun: (1) niat dalam hati, (2) mengusap wajah, (3) mengusap kedua tangan, (4) tertib.  

Adapun tata cara bertayamum adalah sebagai berikut: 

1. Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih. 

2. Menghadap kiblat, ucapkan basmalah lalu letakkan kedua telapak tangan pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan. 

3. Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah disertai dengan niat dalam hati, salah satunya dengan redaksi niat berikut:

نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لِاسْتِبَاحَةِ الصَّلَاةِ للهِ تَعَالَى    

Artinya: Aku berniat tayamum agar diperbolehkan shalat karena Allah. 

Berbeda dengan wudhu, dalam tayamum tidak disyaratkan untuk menyampaikan debu pada  bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis maupun yang tebal. Yang dianjurkan adalah berusaha meratakan debu pada seluruh bagian wajah. Dan itu cukup dengan satu kali menyentuh debu, sebab pada dasarnya lebar wajah tidak melebihi lebar dua telapak tangan. Sehingga “meratakan debu” di sana cukup mengandalkan dugaan yang kuat (ghalibuzhan). 

4. Letakkan kembali telapak tangan pada debu. Kali ini jari-jari direnggangkan serta cincin yang ada pada jari (jika ada) dilepaskan sementara.  

5. Kemudian tempelkan telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan, sekiranya ujung-ujung jari dari salah satu tangan tidak melebihi ujung jari telunjuk dari tangan yang lain.    

6. Dari situ usapkan telapak tangan kiri ke punggung lengan kanan sampai ke bagian siku. Lalu, balikkan telapak tangan kiri tersebut ke bagian dalam lengan kanan, kemudan usapkan hingga ke bagian pergelangan. 

7. Sekarang, usapkan bagian dalam jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan. Selanjutnya, lakukan hal yang sama pada tangan kiri. 

8. Terakhir, pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-jarinya. 

9. Sebagaimana setelah wudhu, setelah tayamum juga dianjurkan oleh sebagian ulama untuk membaca doa bersuci seperti halnya doa berikut ini.     

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ وَاجْعَلْنِي مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ 

Artinya: Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bertaubat, jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bersuci, dan jadikanlah aku sebagai hamba-hamba-Mu yang saleh. Mahasuci Engkau, ya Allah. Dengan kebaikan-Mu, aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Engkau. Dan dengan kebaikan-Mu, aku memohon ampunan dan bertaubat pada-Mu.   

Demikian sebab-sebab dan tata cara bertayamum dan penjelasan tentang bertayamum saat cuaca dingin. Semoga bermanfaat.

Editor: Siti Lidiana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *